LIRIK HATI 2
S
|
uatu hari, ketika adzan maghrib baru saja terdengar dari surau dekat sawah, ku melihat sebuah bayangan yang tak lagi asing dipandanganku berada di lukisan awan sore yang mengingatkan akan kejadian masa lalu bersama bayangan itu. Semakin lama ku pandang bayangan itu semakin sakit pula rasanya dada ini, seperti pedang yang menancap di dada dan tak bisa dicabut lagi. Lukanya terasa sangat dalam, menghujam menusuk sukmaku hingga aku merasa tak sanggup bahkan untuk membayangkannya, sering sekali rasa sakit ini kembali mengacaukan deteksi otakku, memukul-mukul lambungku, mual dan muak rasanya untuk terus ku tahan nyeri dalam hati. Aku sering bertanya pada kesendirianku. Mengapa aku tak mati? Mengapa tuhan memberikan kesempatan untuk aku melihat dirinya lagi? Akh, ingin sekali rasanya ku merajam diriku sendiri karena pertanyaan-pertanyaan bodohku itu, sudah tau bahwa ku diberi umur lebih dari ini, masih saja ku memprotesnya. Bodoh!! memang aku ini seorang manusia yang bodoh, mengapa tidak ku lupakan saja dirinya dan cari seorang yang lebih dari dirinya? Sudahlah otakku, ku mual rasanya terus bertanya pada diri sendiri dan tak pernah menemukan jawabannya.
Kurasa pada saat aku menjadi pelajar smp tepatnya kelas 8, itulah awal dari masa pahit tersebut, aku tak seberuntung teman-temanku yang memiliki banyak sekali teman dan kenalan, mereka bercanda dan bermain bersama tiap harinya, sedangkan aku hanya berimajinasi mencari arkadis di hutan liar alam fikiranku sendirian, agar aku berpetualang bak para penjelajah hutan, tak ada teman, tak ada kawan. Namun semuanya berubah setelah ku mengenal Rudi tepatnya Muhammad Rudini dan juga Sudito atau biasa dipanggil Dito, mereka berdualah orang yang dapat mengerti keadaanku, hadirnya Rudi dan Dito sangatlah merubah hidupku, dari aku yang awalnya seorang pendiam dan pemalu hingga membawaku ke kehidupan keras yang mereka ajarkan melalui persahabatan. Hari demi hari sudah kulalui bersama dengan sahabatku ini dan lama-kelamaan aku semakin mengerti bahwa hidup itu keras, dan semakin aku mengerti hidup, semakin kagum pula aku kepada mereka
Suatu hari mereka membuatku bimbang, mereka membuatku iri, mereka yang sudah berpacar meninggalkanku begitu saja, sedangkan aku ini tengah mempunyai masalah serius dengan keluargaku, tetapi tak kusangka ada seorang siswi kelas 7 yang datang dan memberikan perhatian kepadaku. Ia bertanya mengapa aku merenung, mengapa ku kembali seperti dulu lagi. Rasanya baru kali ini aku mendapatkan sebuah perhatian dari seorang yang tak pernah aku kenal sebelumnya. Sejak saat itu aku ingin sekali mengenal siswi itu dan lama-kelamaan ahirnya aku tau namanya, ia punya nama yang sangat indah seperti wajahnya, Vivi Marlinda. Akupun terkagum melihat tingkahnya yang benar-benar mampu membuatku tersenyum.
Hari demi hari kulewati bersama Vivi, terus hingga pada suatu ketika aku ungkapkan bahwa aku mencintainya, aku sayang padanya. Dan apa yang ia katakan itu benar-benar membuatku tak mampu memejamkan mata ditiap malamku. Ia kataka bahwa ia juga mencintaiku sungguh tak pernah ku duga aku mampu mengatakan kata-kata yang sebenarnya dilarang oleh orang tuaku itu, namun apalah daya aku mencintainya dan menurutku hanya dialah yang mampu membuatku tersenyum. Beberapa bulan telah berlalu,hingga aku menjadi murid kelas 9, satu demi satu teman-teman kelas tau akan hubungan antara Vivi dan diriku. Salah satunya adalah Haris. Haris adalah teman satu kelasku yang mempunyai gaya yang benar-benar membuatku muak melihatnya, setiap ada seorang wanita yang menurutnya mampu ia dapatkan, tak salah lagi akan ia embat meski itu adalah pacar temannya sendiri, dan dugaanku benar bahwa Haris mengincar Vivi, aku sungguh tak percaya dan tak tau harus bagaimana ku selesaikan masalah ini “Tuhan tolonglah hamba-Mu ini, janganlah kau biarkan diriku kembali merasa bahwa Engkau tak adil Tuhan! Dan apakah Engkau tak bosan mendengar keluhanku ini Tuhan, bagiku cukup untuk kali ini saja jangan kau biarkan Haris merebut Vivi Tuhan! My God please help me!”. Tetapi kekhawatiran yang hanya terlintas sekejap difikiranku itu tak lama karena dua sahabatku telah menjadi seorang singgle kembali, merekapun menggoda Vivi dan aku merasa sangat terganggu dengan tingkah mereka, tak kusangka pada suatu malam Dito, Rudi, dan Haris mengajak Vivi pergi ke pemandian air panas. Hah? Malam-malam pergi ke air panas?, aku tak sanggup membayangkan apa yang mereka lakukan pada malam itu, tetapi aku hanya mengumpat dan membuang jauh-jauh fikiran kotorku itu dan berusaha untuk konsentrasi pada do’aku, terus ku ulang-ulang saja kalimat do’aku itu karena sungguh benar-benar ku takut kehilangan Vivi.
Keesokan harinya awalnya memang terlihat biasa saja, tetapi setelah bel istirahat berbunyi ternyata Vivi tak ada di tempat yang biasa ia singgahi bersamaku, akupun berniat mencari ke kelasnya dan bertanya kemanakah dia, tetapi belum sampai aku di kelasnya, aku melihat Vivi dan Haris sedang duduk berdua di belakang gudang, benar sekali yang ku khawatirkan bahwa Haris telah merebut hatinya. Saat itu aku hanya bisa memandang kesal kebahagiaan mereka, dan tak lama aku melihat mereka,ternyata mereka berdua melakukan hal yang benar-benar biadab! Haris merangkulnya dan memaksa Vivi menciumnya. Biadab! Dasar manusia tak punya moral, dalam hatiku aku menangis dan ingin rasanya ku tancapkan pisau ke jantungku agar ku mati disaat melihat penghianatan Vivi yang tak aku duga sebelumnya, tetapi kekesalan yang aku rasakan sungguh lebih membuatku ingin membunuh mereka berdua pada saat itu juga. Karena emosiku sudah tak mampu ku tahan lagi aku langsung mendekati mereka dan berdiri di depan mereka, namun lagi-lagi aku melihat kebiadaban mereka. Kancing baju Vivi terbuka! Sontak aku langsung menampar mereka berdua dengan emosi yang meledak-ledak. ”Bangsat kalian! Apa kalian tak menganggap hadirnya diriku? Dasar kau biadab Vi! A.. Aku.. Aku mencintaimu Vi…” aku tak kuasa mengatakan bahwa ku benci padanya, aku sangat cinta padanya! seketika aku memalingkan wajahku dan pergi dengan air mataku.
Dua bulan setelah kejadian itu tak pernah sekalipun kulihat Vivi, sampai pada suatu ketika Vivi datang ke kelasku dan kembali menunjukkan perhatiannya, tetapi kali ini aku tetap diam dan tak menghiraukan semua kata-kata dan rayuan busuknya. Kini aku tau mengapa Vivi kembali ingin mendapatkanku, sebab ia telah dinodai oleh Haris dan apa yang ia dapatkan dari Haris hanyalah sebuah janin dalam rahimnya yang ditinggal pergi dan entah kemana perginya penanam janin itu, awalnya aku sangat sakit hati padanya, tetapi lama-kelamaan aku merasa iba pada Vivi dan mencoba membuatnya tersenyum meski orang-orang menganggapku sebagai ayah dari janin yang ada di rahim Vivi itu. Aku memang merasa sakit yang teramat sakit saat dia kembali kepadaku hanya untuk memanfaatkan cintaku kepadanya dan menanggungkan rasa malunya kepada diriku agar ia dapat tenang dengan segala kebusukannya, tetapi apalah daya diri bila rasa sayangku padanya masih membekas di hati ini. Terlintas dalam fikiranku bahwa memang ku mampu melupakan luka ini tetapi aku tak bisa terus seperti ini, ahirnya setelah lulus dari smp, akupun memutuskan untuk pergi jua dari Vivi dan mencoba mencari sekolah yang jauh dari dirinya agar aku tak selalu menahan malu saat aku berjalan melewati orang-orang, ketika aku tengah bimbang, ada yang memberikan informasi dan mengajakku pindah untuk melanjutkan sekolah ke Bandung, akupun langsung menyetujuinya dan pergi tinggalkan Vivi bersama beban hidupnya dengan membawa luka hati ini. Tak tau akan seperti apa hidupnya, dengan siapa ia akan jalani terserah aku tak peduli, aku hanya ingin memberi pelajaran padanya dan mengajarkannya bahwa dihianati itu sakit rasanya.
“Ku tau luka hati itu bisa di lupakan, tetapi ia takkan pernah bisa hilang, ia terus membekas dalam ingatan orang yang merasa terluka itu, seperti aku!. Dan ku tau hidup terus berjalan, maka takkan mungkin hidup terus berhiaskan rasa dendam, oleh karenanya aku akan lupakan hal itu! hal pahit yang ku alami saat ku bersama dengannya. Selamat tinggal masa pahit, selamat tinggal Vivi aku kan pergi meski hatiku ini perih, oh Tuhan bantulah aku melupakannya”.
Aku ingat sekali apa yang aku katakan sebelum kesini, sebelum aku benar-benar bertemu pada hari ini yang membuyarkan semua pintaku itu. Aku tak menyangka Tuhan tak mengabulkan segala pintaku pada-Nya, bukan tanpa alasan aku merasa seperti itu karena buktinya aku masih dapat melihat dirinya di awan sore ini, sudahlah.. mungkin Tuhan belum menghapus ingatanku akan kekejamannya itu, yah, itung-itung belajar dari kesalahan masa lalu dan untukku bercermin agar ku tak seperti dulu lagi.
Ahirnya sinar matahari pergi juga dan digantikan oleh cahaya remang rembulan yang mengingatkanku akan kewajiban menunaikan sholat dan ku tinggalkan tempat itu untuk menuju ke masjid, dan lupakan segala hal tentang hari ini.
Memang luka hati itu bisa di lupakan, tetapi ia takkan pernah bisa hilang, ia terus membekas dalam ingatan orang yang merasa terluka itu, seperti aku!. Dan ku tau hidup terus berjalan, maka takkan mungkin hidup terus berhiaskan rasa dendam, oleh karenanya aku akan lupakan hal itu! hal pahit yang ku alami saat ku bersama dengannya.
menyentuh sekali gan ceritanya...
BalasHapussing sabar yah... T_T
bobadan o crtae...
Hapus